Oleh Idris Thaha
Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner
Judul buku : Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner
Penulis : Ali Rahnema
Penerbit : Erlangga, Jakarta
Edisi : I, 2006
Tebal : xvi + 648 halaman
ALI SYARI’ATI adalah sebuah nama yang tak asing lagi bagi kebanyakan kalangan umat Islam, termasuk di Indonesia. Kemashurannya bisa disandingkan dengan tokoh-tokoh Republik Islam Iran lainnya, seperti Imam Khomeini, Murtadha Muthahhari, dan Allamah Thaba’thabai. Nama-nama mereka cukup familier di telinga umat Islam Indonesia.
Seperti tokoh-tokoh Iran lainnya, ketokohan dan intelektualitas Syari’ati semakin populer bagi masyarakat Muslim Indonesia setelah Revolusi Iran meletus pada 1979. Apalagi setelah buku-bukunya, misalnya “Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya”, “Islam Agama Protes”, dan “Haji” diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Kini, sosok, latar belakang, aktivitas, dan pemikiran Syari’ati bisa dibaca dan ditelaah lebih dalam melalui buku karya Ali Rahnema, Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Melalui buku itu Syaria’ti semakin mudah dipahami masyarakat Indonesia. Dalam buku itu Rahnema memaparkan sisi-sisi kehidupan Ali Syari’ti, mulai dari masa kecil, pendidikan, politik, hingga kematiannya dalam pengasingan pada umur 44 tahun, usia yang relatif muda. Rahnema memotret perjalanan kehidupan dan aktivitas politik Syari’ati sebagai seorang pemikir religius dan aktivis revolusioner.
Inilah satu-satunya buku biografi Ali Syari’ati yang kini diterbitkan dalam edisi Indonesia dan ditulis dengan data lengkap, mendalam, dan mendetail. Rahnema tidak hanya menjelaskan liku-liku dramatis dan tragis perjalanan kehidupan Syari’ati, tetapi juga memaparkan kondisi budaya, sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya. Dengan objektivitas akademisnya, tapi tetap simpati dan hormat, guru besar dalam bidang ilmu ekonomi pada American University, Paris, ini berhasil merekam dan menawarkan pemahaman baru tentang sosok dan figur Syari’ati yang posisinya di dalam Revolusi Iran cukup penting dan diperhitungkan.
Buku biografi Ali Syari’ati ini melanjutkan dan memperkukuh tradisi penulisan riwayat hidup seseorang yang telah berlangsung selama 15 abad lebih. Tradisi penulisan biografi ini bisa dilacak pada masa-masa awal Islam yang biasa disebut sirah. Penulis biografi Nabi Muhammad saw paling awal adalah Aban ibn Utsman ibn Affan (w. 105/723)—putra Khalifah Utsman ibn Affan yang lahir 10 tahun setelah Nabi wafat. Penulis pertama yang menggunakan istilah sirah atau biografi ialah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri yang merekonstruksi sirah Nabi dengan struktur yang baku, dan menggariskan kerangka dalam bentuk yang jelas.
Biografi adalah sirah, sekaligus tuntunan, anutan, sejarah, dan masa lalu yang sangat layak dipelajari dan dikaji untuk kehidupan masa depan. Karena itu, sebuah buku biografi, termasuk buku biografi Ali Syari’ti ini bisa menjadi uswah hasanah bagi perilaku teladan kehidupan dan pemikiran seseorang dan masyarakat luas umumnya. Dengan demikian, biografi Syari’ati ini layak dijadikan sebagai sumber referensi untuk merumuskan masa depan pemikiran dan aktivitas politik umat Islam, termasuk pula bagi masyarakat Indonesia.
Biografi Syari’ati karya Rahnema ini tampaknya mengikuti gaya dan model penulisan biografi klasik yang biasanya menggunakan pendekatan kronologis—ditulis secara berurutan dan terinci sesuai dengan masa-masa terjadinya suatu kisah atau peristiwa kehidupan. Biografi semacam ini sering disebut sejarah kronologis atau sejarah ‘urut kacang’, dan banyak digunakan para penulis biografi. Inilah cara penulisan biografi yang paling sederhana, akurat, dan tidak terlalu rumit untuk menjelaskan dan memaparkan rincian-rincian dasar perikehidupan seseorang.
Karena kronologis, penulisan biografi klasik biasanya dimulai dengan penggambaran kehidupan seseorang dari prakelahiran, kelahiran, masa kanak-kanak, keluarga, perkawinan, pendidikan, aktivitas, pemikiran, pemberontakan, pemenjaraan, hingga masa-masa akhir hidupnya, seperti tampak jelas pada biografi Syari’ati yang ditulis Rahnema ini.
Buku yang terdiri atas 23 bab ini dimulai dengan pemaparan Rahnema tentang kondisi politik dan religius yang melatarbelakangi prakelahiran Syari’ati dan keluarganya, yang ditulisnya hingga tiga bab.
Dalam bab empat, Rahnema baru memaparkan tentang masa kecil dan masa dewasa yang dilalui Syari’ati. Seperti disebutkan Rahnema, pikiran dan ide-ide Syari’ati dibentuk oleh bacaan yang diperolehnya selama masa pendidikan (h. 69-73). Bacaan-bacaan Syari’ati cukup beragam, dan memengaruhi pola pikir dan ide. Daftar bacaannya berjalan melalui sebuah transformasi radikal pada saat dia mulai masuk ke sekolah dasar sampai ke sekolah menengah.
Di sekolah dasar, Syari’ati telah membaca berbagai jenis buku seperti karya Victor Hugo Les Miserables, Que sais-je, History of Cinema, dan buku populer yang best seller seperti Zan-e- Mast. Di tingkat sekolah menengah, Syari’ati mulai mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah filsafat, mistik, dan sufisme. Dalam bidang filsafat, ia melahap karya-karya filosof Jerman, seperti Arthur Schopenhauer, Franz Kafka, dan penyair besar Jerman Anatole France. Ia memiliki kenangan pertama terhadap karya-karya Maurice Maeterlink. Ia mengacu kepada penulis dan penyair simbolik dari Belgia ini sebagai pemandu dalam merefleksikan dan memeditasikan kebenaran yang ada di balik realitas.
Adapun literatur sufi yang dibaca Syari’ati adalah karya sufi besar seperti al-Hallaj, al-Junayd, Qadi Abu Yusuf, Syabastari, Qusyairi, Abu Said Abu al-Khayr, Abu Yazid al-Bustami, Ayn al-Qudat al-Hamadani, dan Maulana Jalaluddin Rumi. Dalam masa-masa tersebut, seperti dijelaskan Rahnema, Syari’ati juga telah membaca buku-buku tafsir Al-Quran, sastra, puisi, sejarah Islam, dan tentu saja buku-buku politik.
Dalam bab-bab berikutnya, khususnya bab lima, Rahnema memaparkan keterlibatan Syari’ati dalam aktivitas politik. Syari’ati, jelas Rahnema, secara efektif memulai aktivitas politiknya ketika menjadi mahasiswa pada institut keguruan. Baru pada 1950, Syari’ati menjadi anggota aktif dalam sebuah partai politik. Namun, dasar-dasar kesadaran sosial politiknya telah ia tanam pada Pusat Penyebaran Kebenaran Islam ketika ia masih berusia 15 tahun. Dalam perkembangan berikutnya, Syari’ati dapat digolongkan sebagai seorang agitator dan pemimpin politik, dan tentu saja tidak mengesampingkan tulis-menulis sebagai kegiatan utamanya. Antara periode 1951-1955, Syari’ati secara produktif menulis artikel-artikel tentang sosial politik.
Dalam artikel-artikelnya, papar Rahnema, Syari’ati menyerukan penerapan konsep Islam tentang al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar) ke wilayah sosial politik. Konsep Islam ini merupakan sebuah tanggung jawab sosial yang diwajibkan atas semua orang. Di tangan para agamawan tradisional, konsep Islam ini hanya dipahami dalam batas-batas ibadah. Konsep ini sebenarnya bisa diimplikasikan dan dimanifestasikan ke dalam kehidupan kontemporer, yaitu untuk mencegah kemungkaran sosial politik. Misalnya, berjuang menentang imperialisme internasional, zionisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme, kediktatoran, pertentangan kelas, rasisme, imperialisme kebudayaan, dan westernisme.
Dengan pemahaman semacam itu, jelas Rahnema, Syari’ati sebenarnya ‘mengumandangkan’ bahwa ‘mengajak’ kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran bukan monopoli agamawan, tapi menjadi tanggung jawab social; dan dalam konteks wilayah sosial politik, tanggung jawab sosial itu menjadi kewajiban setiap Muslim. Kewajiban itu tidak hanya berupa nasihat, tapi sebagai ajakan yang mengikat dan didukung oleh kekuatan. Kewajiban itu mustahil dilaksanakan tanpa memerangi ketidakadilan dan perilaku jahat (hal. 474-475).
Pandangan Syari’ati ini membuktikan bahwa ia benar-benar sosok politikus-intelektual-revolusioner pada zamannya, seperti tampak jelas dalam judul buku Rahnema ini.
Nota: IDRIS THAHA, adalah Dosen Politik Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Manakala tulisan ini diperoleh di: http://ahmadsahidin.wordpress.com/2008/12/02/ali-syariati-biografi-politik-intelektual-revolusioner/
Judul buku : Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner
Penulis : Ali Rahnema
Penerbit : Erlangga, Jakarta
Edisi : I, 2006
Tebal : xvi + 648 halaman
ALI SYARI’ATI adalah sebuah nama yang tak asing lagi bagi kebanyakan kalangan umat Islam, termasuk di Indonesia. Kemashurannya bisa disandingkan dengan tokoh-tokoh Republik Islam Iran lainnya, seperti Imam Khomeini, Murtadha Muthahhari, dan Allamah Thaba’thabai. Nama-nama mereka cukup familier di telinga umat Islam Indonesia.
Seperti tokoh-tokoh Iran lainnya, ketokohan dan intelektualitas Syari’ati semakin populer bagi masyarakat Muslim Indonesia setelah Revolusi Iran meletus pada 1979. Apalagi setelah buku-bukunya, misalnya “Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya”, “Islam Agama Protes”, dan “Haji” diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Kini, sosok, latar belakang, aktivitas, dan pemikiran Syari’ati bisa dibaca dan ditelaah lebih dalam melalui buku karya Ali Rahnema, Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Melalui buku itu Syaria’ti semakin mudah dipahami masyarakat Indonesia. Dalam buku itu Rahnema memaparkan sisi-sisi kehidupan Ali Syari’ti, mulai dari masa kecil, pendidikan, politik, hingga kematiannya dalam pengasingan pada umur 44 tahun, usia yang relatif muda. Rahnema memotret perjalanan kehidupan dan aktivitas politik Syari’ati sebagai seorang pemikir religius dan aktivis revolusioner.
Inilah satu-satunya buku biografi Ali Syari’ati yang kini diterbitkan dalam edisi Indonesia dan ditulis dengan data lengkap, mendalam, dan mendetail. Rahnema tidak hanya menjelaskan liku-liku dramatis dan tragis perjalanan kehidupan Syari’ati, tetapi juga memaparkan kondisi budaya, sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya. Dengan objektivitas akademisnya, tapi tetap simpati dan hormat, guru besar dalam bidang ilmu ekonomi pada American University, Paris, ini berhasil merekam dan menawarkan pemahaman baru tentang sosok dan figur Syari’ati yang posisinya di dalam Revolusi Iran cukup penting dan diperhitungkan.
Buku biografi Ali Syari’ati ini melanjutkan dan memperkukuh tradisi penulisan riwayat hidup seseorang yang telah berlangsung selama 15 abad lebih. Tradisi penulisan biografi ini bisa dilacak pada masa-masa awal Islam yang biasa disebut sirah. Penulis biografi Nabi Muhammad saw paling awal adalah Aban ibn Utsman ibn Affan (w. 105/723)—putra Khalifah Utsman ibn Affan yang lahir 10 tahun setelah Nabi wafat. Penulis pertama yang menggunakan istilah sirah atau biografi ialah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri yang merekonstruksi sirah Nabi dengan struktur yang baku, dan menggariskan kerangka dalam bentuk yang jelas.
Biografi adalah sirah, sekaligus tuntunan, anutan, sejarah, dan masa lalu yang sangat layak dipelajari dan dikaji untuk kehidupan masa depan. Karena itu, sebuah buku biografi, termasuk buku biografi Ali Syari’ti ini bisa menjadi uswah hasanah bagi perilaku teladan kehidupan dan pemikiran seseorang dan masyarakat luas umumnya. Dengan demikian, biografi Syari’ati ini layak dijadikan sebagai sumber referensi untuk merumuskan masa depan pemikiran dan aktivitas politik umat Islam, termasuk pula bagi masyarakat Indonesia.
Biografi Syari’ati karya Rahnema ini tampaknya mengikuti gaya dan model penulisan biografi klasik yang biasanya menggunakan pendekatan kronologis—ditulis secara berurutan dan terinci sesuai dengan masa-masa terjadinya suatu kisah atau peristiwa kehidupan. Biografi semacam ini sering disebut sejarah kronologis atau sejarah ‘urut kacang’, dan banyak digunakan para penulis biografi. Inilah cara penulisan biografi yang paling sederhana, akurat, dan tidak terlalu rumit untuk menjelaskan dan memaparkan rincian-rincian dasar perikehidupan seseorang.
Karena kronologis, penulisan biografi klasik biasanya dimulai dengan penggambaran kehidupan seseorang dari prakelahiran, kelahiran, masa kanak-kanak, keluarga, perkawinan, pendidikan, aktivitas, pemikiran, pemberontakan, pemenjaraan, hingga masa-masa akhir hidupnya, seperti tampak jelas pada biografi Syari’ati yang ditulis Rahnema ini.
Buku yang terdiri atas 23 bab ini dimulai dengan pemaparan Rahnema tentang kondisi politik dan religius yang melatarbelakangi prakelahiran Syari’ati dan keluarganya, yang ditulisnya hingga tiga bab.
Dalam bab empat, Rahnema baru memaparkan tentang masa kecil dan masa dewasa yang dilalui Syari’ati. Seperti disebutkan Rahnema, pikiran dan ide-ide Syari’ati dibentuk oleh bacaan yang diperolehnya selama masa pendidikan (h. 69-73). Bacaan-bacaan Syari’ati cukup beragam, dan memengaruhi pola pikir dan ide. Daftar bacaannya berjalan melalui sebuah transformasi radikal pada saat dia mulai masuk ke sekolah dasar sampai ke sekolah menengah.
Di sekolah dasar, Syari’ati telah membaca berbagai jenis buku seperti karya Victor Hugo Les Miserables, Que sais-je, History of Cinema, dan buku populer yang best seller seperti Zan-e- Mast. Di tingkat sekolah menengah, Syari’ati mulai mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah filsafat, mistik, dan sufisme. Dalam bidang filsafat, ia melahap karya-karya filosof Jerman, seperti Arthur Schopenhauer, Franz Kafka, dan penyair besar Jerman Anatole France. Ia memiliki kenangan pertama terhadap karya-karya Maurice Maeterlink. Ia mengacu kepada penulis dan penyair simbolik dari Belgia ini sebagai pemandu dalam merefleksikan dan memeditasikan kebenaran yang ada di balik realitas.
Adapun literatur sufi yang dibaca Syari’ati adalah karya sufi besar seperti al-Hallaj, al-Junayd, Qadi Abu Yusuf, Syabastari, Qusyairi, Abu Said Abu al-Khayr, Abu Yazid al-Bustami, Ayn al-Qudat al-Hamadani, dan Maulana Jalaluddin Rumi. Dalam masa-masa tersebut, seperti dijelaskan Rahnema, Syari’ati juga telah membaca buku-buku tafsir Al-Quran, sastra, puisi, sejarah Islam, dan tentu saja buku-buku politik.
Dalam bab-bab berikutnya, khususnya bab lima, Rahnema memaparkan keterlibatan Syari’ati dalam aktivitas politik. Syari’ati, jelas Rahnema, secara efektif memulai aktivitas politiknya ketika menjadi mahasiswa pada institut keguruan. Baru pada 1950, Syari’ati menjadi anggota aktif dalam sebuah partai politik. Namun, dasar-dasar kesadaran sosial politiknya telah ia tanam pada Pusat Penyebaran Kebenaran Islam ketika ia masih berusia 15 tahun. Dalam perkembangan berikutnya, Syari’ati dapat digolongkan sebagai seorang agitator dan pemimpin politik, dan tentu saja tidak mengesampingkan tulis-menulis sebagai kegiatan utamanya. Antara periode 1951-1955, Syari’ati secara produktif menulis artikel-artikel tentang sosial politik.
Dalam artikel-artikelnya, papar Rahnema, Syari’ati menyerukan penerapan konsep Islam tentang al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar) ke wilayah sosial politik. Konsep Islam ini merupakan sebuah tanggung jawab sosial yang diwajibkan atas semua orang. Di tangan para agamawan tradisional, konsep Islam ini hanya dipahami dalam batas-batas ibadah. Konsep ini sebenarnya bisa diimplikasikan dan dimanifestasikan ke dalam kehidupan kontemporer, yaitu untuk mencegah kemungkaran sosial politik. Misalnya, berjuang menentang imperialisme internasional, zionisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme, kediktatoran, pertentangan kelas, rasisme, imperialisme kebudayaan, dan westernisme.
Dengan pemahaman semacam itu, jelas Rahnema, Syari’ati sebenarnya ‘mengumandangkan’ bahwa ‘mengajak’ kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran bukan monopoli agamawan, tapi menjadi tanggung jawab social; dan dalam konteks wilayah sosial politik, tanggung jawab sosial itu menjadi kewajiban setiap Muslim. Kewajiban itu tidak hanya berupa nasihat, tapi sebagai ajakan yang mengikat dan didukung oleh kekuatan. Kewajiban itu mustahil dilaksanakan tanpa memerangi ketidakadilan dan perilaku jahat (hal. 474-475).
Pandangan Syari’ati ini membuktikan bahwa ia benar-benar sosok politikus-intelektual-revolusioner pada zamannya, seperti tampak jelas dalam judul buku Rahnema ini.
Nota: IDRIS THAHA, adalah Dosen Politik Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Manakala tulisan ini diperoleh di: http://ahmadsahidin.wordpress.com/2008/12/02/ali-syariati-biografi-politik-intelektual-revolusioner/
No comments:
Post a Comment