Siapa tak kenal Ibn Sina, sosok hebat dalam sejarah Islam. Ia seorang doktor, seorang filsuf, seorang saintis, dan hampir segalanya adalah ia. Namun, pasti sekali Ibn Sina bukanlah seorang Nabi.
Tapi, dalam bayang-bayang kehebatannya, pernah Ibn Sina diminta muridnya untuk mengaku saja sebagai Nabi. Fikir murid itu, tentu pengakuan tersebut akan membina kerumunan pengikut gurunya.
Ibn Sina diam. Tak jawab. Dan biarkan waktu berlalu.
Tatkala tiba satu waktu, saat iklim dingin, bermusafirlah mereka. Similir angin pula mengigit sampai tulang. Sebelum sempat subuh, Ibn Sina membangunkan muridnya. Keluhnya, ia rasa sangat haus sekali. Lalu ia pinta agar muridnya itu sudi mendapatkan segelas air untuk hilangkan rasa haus itu.
Bukan sekali, tapi beberapa kali, namun semua permintaannya tak siap dipenuhi oleh muridnya. Tetap saja muridnya itu terus berada di lambung tidurnya. Ternyata, sebuah kata--dari seorang guru--tak cukup untuk menandingi sebuah kedinginan.
Tak beberapa lama, terdengar azan. Menara Masjid menjadi saksi atas Allahu Akbar. Sekarang, tibalah saatnya Ibn Sina menjawab usul muridnya yang terdahulu.
Katanya, ¨dulu, kamu pernah memintaku mengaku Nabi, supaya orang mudah percaya pada kata-kataku. Tengok, apakah hasil dari perintah yang aku berikan padamu sekarang? Meskipun aku bertahun-tahun mendidikmu, dan kamu mendapat banyak faedahnya, maseh saja kamu terus di sini. Hanya kerana segelas air pun sudah kamu ingkari.¨
Lalu Ibn Sina sambung lagi, ¨tapi, di sana, muazzin itu tetap saja tunduk pada perintah Nabi, biarpun Nabi sudah berlalu 400 tahun. Muazzin itu sanggup meninggalkan lambungnya, membelah kedinginan, naik ke menara, dan berdiri bersaksi bahawa ¨Allah Maha Besar dan Rasul itu utusan Allah.¨
¨Nah, bukankah betapa besar perbezaan aku dengan Nabi,¨kata Ibn Sina lagi sambil menuju ke suara azan.
Wednesday, March 18, 2009
Bukan Nabi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Subhanallah..nice sharing.betapa mulianya kekasih Allah.
Harapnya surat ini dibaca oleh adik Madihah..
Post a Comment