www.flickr.com

Saturday, February 20, 2010

Murtadha Muthahhari

Oleh Yedih Nughara


Murtadha Muthahhari lahir di Khurasan, Iran, pada 2 Februari 1919. Dia adalah ulama yang berhasil memadukan ciri-ciri keulamaan dan kecendekiawan dalam satu sifat. Ia tidak sekadar memahami ilmu-ilmu Islam tradisional, tapi juga menguasai dengan baik sastra Barat modern maupun klasik. Ia fasih berbicara tentang mazhab pemikiran Barat yang mencakup konsep materialisme, sosialisme, kapitalisme, komunisme, dan juga humanisme. Perjuangannya dalam menegakkan prinsip-prinsip Islam (kebenaran dan keadilan), harus ditebus dengan nyawanya, ia syahid pada 2 Mei 1979.

As-Syahid Murtadha Muthahhari adalah antara kalangan sedikit ulama’ yang berjaya memadukan ciri-ciri keulamaan dan keintelektualan dalam satu keperibadian, di mana beliau bukan sekadar mendalami ilmu-ilmu Islam tradisional, malah turut fasih berbicara tentang mazhab-mazhab pemikiran Barat, lebih-lebih lagi tentang Bertrand Russell.

Memang, ini satu kelebihan yang mengagumkan! Tidak ramai tokoh yang boleh berjuang, tetapi dalam masa yang sama mampu menekuni pelbagai displin ilmu, dan Muthahhari adalah salah seorang darinya. Dan, hampir sebahagian besar waktu hidupnya dihabiskan demi merealisasikan sebuah negara yang bercitrakan Islam.

Muthahhari, dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1919 dari kelompok keluarga alim di daerah Khurassan. Ayahnya, Hujjatul Islam Muhammad Husayn Muthahhari adalah seorang ulama’ yang dihormati lagi disegani oleh masyarakat setempat. Sejak menjadi siswa di Qum, Muthahhari sudah menunjukkan minatnya pada falsafah dan ilmu pengetahuan moden. Di Qum, Muthahhari menuntut di bawah bimbingan Ayatullah Boroujerdi dan Ayatullah Ruhollah Khomeini.

Dalam falsafah, beliau amat terpengaruh dengan pemikiran Allamah Hussayn Thabathaba’i. Muthahhari begitu tekun dan pantas menguasai ilmu-ilmu falsafah yang diajar di hauzah-hauzah. Buku-Buku yang ditulis oleh William Durant, Sigmund Freud, Bertrand Russell, Albert Einstein, Erich Fromm dan para pemikir Barat yang lainnya telah ditelaahnya dengan serius sekali.

Keseriusan Muthahhari dalam menelaah pemikiran Barat bukan kerananya malu-malu untuk menonjolkan pemikiran Islam, sebaliknya, Muthahhari cuba untuk melakukan studi perbandingan antara pemikiran Islam dan Barat. Lihat, banyak terminologi Islam telah dikupas olehnya dalam buku-bukunya, sehingga menyerlahkan lagi keupayaan Islam bagi menawarkan pemikiran alternatif.

Muthahhari, pada usia relatif yang masih muda, sudah mampu menurunkan ilmu logik, falsafah dan fiqh di Fakulti Teologi, Universiti Teheran. Dan, dalam waktu yang sama, beliau turut menjawat sebagai Ketua Jurusan Falsafah. Di samping itu, beliau tidak kekok untuk menyampaikan kuliah dalam bidang yang berbeza seperti kuliah al-Ushul, kuliah Ilmu Kalam dan kuliah al-Irfan.

Dengan ufuk ilmu ini, Muthahhari langsung tidak berminat untuk memilih keselesaan hidup, meskipun beliau ada pilihan untuk itu. Baginya, badai (perjuangan) lebih bermakna daripada damai (keselesaan hidup). Justeru, beliau menterjemahkan gagasan-gagasannya tentang erti kehidupan melalui gerak kerja aktivis dan menulis buku-buku.

Natijahnya, keaktifan beliau telah berjaya membentuk satu kombinasi ampuh bersama-sama dengan Ruhollah Khomeini dalam kerangka menentang regim Shah Pahlevi yang zalim dan menindas. Ekoran dari itu, Muthahhari telah ditahan pada 1963 akibat implikasi langsung dari peristiwa Khordad.

Manakala, ketika Imam Khomeini diasingkan ke Turki, Muthahhari telah di amanahkan untuk memangku kepimpinan gerakan rakyat Iran serta memobilisasikan para ulama’ dalam melanjutkan semangat perjuangan Islam yang dirintis oleh Ruhollah Khomeini.

Langkah-langkah politiknya jelas sekali sangat tersusun dan mengugat. Muthahhari (bersama-sama Ali Shari'ati dan Husayn Baheshti) turut mendirikan Husainiyyah-e-Irsyad yang menjadi pangkalan kebangkitan intelektual Islam sebelum revolusi meletus. Di samping itu, Muthahhari yang juga Imam Masjid al-Jawad, dan secara konsisten menggalang dukungan rakyat Iran bagi menyuarakan simpati pada perjuangan Palestin.

Pasca kemenangan Revolusi Iran 1979, Muthahhari telah dilantik menjadi anggota Dewan Revolusi. Karekteristik yang menonjol pada diri Muthahhari telah menjadinya sebagai seorang ulama yang dinamik, bersandarkan penguasaan ilmu-ilmu Islam, modern serta menatijahkannya dalam dunia aktivisme. Akhirnya pada 2 Mei 1979, Muthahhari dipanggil pulang dengan percikan darah sebagai seorang syuhada, angkara tangan-tangan ghaib kelompok ‘Munafiqqin Khalq’. Hari ini, tanpa Muthahhari sekalipun, ilmu-ilmunya masih tetap memancar mengukuhkan lagi khazanah keilmuan Islam. Muthahhari, terima kasih atas bakti anda!

Peran Murtadha Muthahhari dalam revolusi islam dibawah arahan Ayatullah Khomeini.

Ada tiga revolusi besar yang memiliki dampak luar-biasa luasnya melampaui batas-batas wilayah tempat asal revolusi tersebut. Pertama, Revolusi Rusia (1917), yaitu revolusi sosialis pimpinan Vladimir Ilych Lenin. Revolusi Lenin ini berhasil mengubah Rusia menjadi negara sosialis pertama. Kedua, Revolusi Cina (1949) oleh Mao Zedong melalui long-march yang menakjubkan. Asia pasca-Perang Dunia II mengalami perubahan besar akibat keberhasilan Mao mentransformasikan Cina menjadi negara sosialis Marxis di Asia. Ketiga, Revolusi Islam Iran (1979) pimpinan Ayatullah Khomeini. Revolusi ini mengguncang sendi-sendi hubungan internasional di kawasan Timur Tengah dan berdampak luas secara global. Revolusi Iran ini berhasil membebaskan rakyat Iran dari belenggu Amerika, setelah negara superpower ini cukup lama memegang tengkuk Mohammad Reza Pahlevi yang dinobatkan pada 17 Desember 1941.

Di balik keberhasilan Revolusi Iran ini, nama Murtadha Muthahhari (1919-1979) tak bisa diabaikan begitu saja. Dia telah memainkan peran penting dalam menumbuhkan kesadaran rakyat Iran akan kepincangan berbangsa dan bernegara di bawah Dinasti Pahlevi selama kurang lebih 38 tahun, terutama kemunduran di bidang politik, sosial, dan budaya.

Di Indonesia, barangkali nama Murtadha Muthahhari tidak sepopuler Ayatullah Ruhollah Khomeini, Dr. Ali Syari’ati, Prof. Dr. Muhammad Husaini Bahesyti, atau Prof. Dr. Jawad Bahonar. Padahal, nama Murtadha Muthahhari tak dapat dipisahkan dengan gejolak dan fenomena Revolusi Islam Iran pada 1979 itu.

''Muthahhari bersama para cendekiawan Iran lainnya di bawah pimpinan Ayatullah Khomeini, terus-menerus melawan rezim Reza Pahlevi. Hal inilah yang menyebabkan mereka semua dipenjarakan dan diasingkan ke luar negeri oleh rezim Reza Pahlevi. Kecuali Khomeini, Muthahhari bersama nama-nama yang disebutkan di atas akhirnya harus mati syahid karena kegigihan mereka menentang Syah Reza Pahlevi.

''Muthahhari melalui buku Pengantar Ilmu-ilmu Islam, yang aslinya berjudul Asyna’i ba ‘ulum-e Islami ini membuktikan dirinya sebagai pemikir Islam, cendekiawan dan ulama; bukan sekadar pejuang dan penggerak revolusi di Iran—sebagai tokoh politik. Di dunia Barat, ia dikenal sebagai ulama yang cerdas dan berwawasan luas, termasuk mengenai pemikiran Barat (terutama filsafat Barat dan ideologi Marxisme).

''Begitu banyak dan bervariasinya tulisan Muthahhari, sehingga ia dikenal sebagai penulis produktif yang menulis puluhan buku mengenai hampir semua hal. Di sisi ini, menimbulkan kesan bahwa ia adalah seorang generalis yang tidak memiliki agenda dan perspektif yang jelas dalam karier pemikirannya.

''Belakangan ini pembaca di Indonesia mulai dapat menikmati karyanya di bidang filsafat Islam, yang sesungguhnya tidak sedikit dan sama sekali tak kurang penting dibanding karya populer dan karier politiknya sebagai salah seorang pejuang, pendiri, dan peletak dasar negara Republik Islam Iran. Di balik puluhan karya intelektualnya itu sesungguhnya terpapar sebuah agenda besar, sebuah tujuan besar. Agenda besar itu hendak dicapainya melalui suatu metodologi seperti tercermin dalam karya tulisnya ini.

''Dalam buku ini, Muthahhari menguraikan serangkaian ilmu yang membahas tentang agama Islam, pokok maupun cabangnya, sekaligus hal-hal yang menjadi pendahuluan bagi pokok dan cabang tersebut; ditambah serangkaian ilmu yang menjadi pendahuluan baginya. Buku ini berisi telaah inklusif mengenai pokok-pokok berbagai cabang ilmu Islam dalam pengertiannya yang pertama.

''Kehadiran buku ini merupakan salah satu wujud concern Muthahhari pada posisi penting epistemologi dan metodologinya, baik pemikiran maupun perjuangan Islam. Ia beranggapan bahwa penguasaan terhadap ilmu-ilmu Islam yang komprehensif akan memampukan kaum muslim dalam menggali sumber-sumber pemikiran Islam sekaligus mengambil manfaat secara tepat terhadap sumber-sumber ilmu lainnya di luar Islam.

Metodologi Muthahhari, atau tujuan dan agendanya sedikit-banyak bersifat ideologis. Menurutnya, ideologi berakar dari sebuah pandangan dunia (world view atau world conception), bahwa pandangan dunia suatu kelompok manusia ditentukan oleh filsafat yang dominan dalam kelompok itu, dan ideologi adalah pandangan dunia filosofis.

Dalam buku Pengantar Ilmu-ilmu Islam ini "Epistemologi dan Metodologi Muthahhari" , Muthahhari berupaya memberikan penjelasan yang ringkas tapi menyeluruh tentang berbagai metodologi ilmu dalam Islam, termasuk di dalamnya logika, kalam, filsafat, tasawuf, etika, dan ushul fikih. Ia beranggapan bahwa penguasaan terhadap ilmu-ilmu Islam, bukan saja kaum muslim bisa lebih baik dalam memberikan kontribusi kepada peradaban umat manusia, tapi diharapkan bisa melahirkan pemikiran dan sistem yang koheren dan viable.

Sumber: http://www.quickyed.co.cc/2009/10/murtadha-muthahhari.html

No comments: